the-aquarama.com

Pakar Komunikasi: Radio Tidak Akan Karam -

Palembang, - Pada 3 Mei 2024, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan (Sumsel) mengadakan sharing session di Kantor KPID Sumsel.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan pemahaman dan kualitas penyiaran radio di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera Selatan.

Dalam sesi ini, Prof. Dr. rer. Soc. Masduki, selaku Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas  Islam Indonesia Yogyakarta berbagi wawasan yang luas dan pengalaman berharga tentang cara meningkatkan literasi dan edukasi dalam dunia penyiaran radio di Indonesia.

Masduki mengatakan kalau secara bisnis radio saat ini ini sudah sekarat. Namun secara sosial jika kita meyakini bahwa mendengarkan radio adalah bagian dari habit atau kebutuhan dasar manusia. Karena itu radio tidak akan pernah mati.

“Mari kita berangkat dari pola pikir ini artinya apa, jika kita Ingin  mewujudkan  Radio sebagai media penyampaian Informasi yang akurat dan efektif maka nanti akan berhubungan dengan bisnis,” ujar Masduki.

“Kita bisa belajar dari Eropa yaitu seperti negara Jerman dan Inggris bahwa negara tersebut sangat konsisten dengan dua hal yang pertama menyajikan konten yang dibutuhkan banyak orang terutama konten lokal dan dan yang kedua radio terhubung dengan kebutuhan masyarakat atau warganya,” tambah beliau.

“Kebutuhan masyarakat lokal Palembang seperti apa ? Maka kita konsen pada konten lokal tersebut, “ujar Masduki.

Menurut Masduki, KPID perlu memfasilitasi sharing session sebagai cara yang efektif untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman.

Hal Ini memiliki manfaat besar dalam meningkatkan pengetahuan.

“Diskusi seperti saat ini jika dimungkinkan dilakukan  survey bersama dengan tujuan kita dapat melihat kebutuhan masyarakat atau warganya seperti apa, kedua konsisten dengan road map teknologinya,” sebut Masduki.

“Kita tidak boleh tergoda dengan teknologi-teknologi yang sebetulnya ini sifatnya adalah business driven, bukan public interest driven,” jelas Masduki.

Ia mencontohkan teknologi ini seperti sosial media yang pada saat ini mendominasi tapi kita tidak mengetahui apakah masyarakat Palembang pada saat ini semuanya mengakses sosial media, itu harus ditelaah lagi, jelas Masduki.

Menurut Masduki, jika kita bicara mengenai radio sebagai media informasi, komunikasi roadmap-nya sudah jelas bahwa yang pertama adalah radio merupakan media terestrial yang menggunakan kanal frekuensi, kemudian streaming, audio, podcast dan yang terakhir “museum of audio” yang terus menerus hadir untuk masyarakat melalui telinga.

Ia membandingkan kalau ekosistem bisnis radio di negara Jerman dan Indonesia, tidak beda jauh.

“Jadi ada radio lokal, ownernya lokal  lalu ada namanya radio jaringan. Jika di Jerman namanya Berliner  atau yang lainnya, akan tetapi ada regulasi yang ketat bahwa konten lokal harus 60 sampai dengan 70 % dan ini disadari bahwa hal ini adalah  kebutuhan warga negara setempat,” terang Masduki.

“Bahkan untuk radio atau televisi publik  di negara Jerman dipisah melalui channel nasional  seperti Berlin Centrik. Sisanya adalah radio-radio atau televisi yang basisnya lokal sehingga ada pemisahan betul, sementara di negara Indonesia tidak ada aturan jelas,” imbuh beliau.

“Wong sekarang katanya 10 %, (itu) sedikit sekali dan itu pun secara control sangat kurang karena kurangnya kepedulian itu warga atau masyarakat lokal. Akhirnya ketika media atau radio mengalami krisis seperti saat ini karena sekian tahun lebih banyak relay “orang tidak terlalu mempedulikan,” ungkap Masduki.

Sementara itu, bicara mengenai brand sebuah radio, bahwa brand ini tidak muncul secara tiba-tiba tapi dibentuk dari sebuah perjalanan produksi konten.

“Point saya tadi disitu , misal Brand Sonora itu adalah radio pemberitaan itu dibangun sekian puluh tahun. Itu merupakan kuncinya,” imbuhnya.

Menurut Masduki, jika itu bisa dijaga, maka itu ketika bisnis mengalami kemunduran bisnis yang artinya pure dari konten maka brand Brand itu menjadi aset yang tetap  menjaga kepercayaan pada klien.

"Ini buka teori, ini terbukti karena brand itu nilai ekonominya kan menjadi mahal  di samping kepercayaan yang terbangun,” terang beliau.

Masduki melihat bisnis radio saat ini jika tidak bergerak bersama maka akan karam maka itu diperlukan kolaborasi, ini yang pertama.

Kedua, dengan menjaga marwah (khittah) sebagai media audio sebagai core bisnis kalau ini keduanya benar-benar kita jaga maka radio akan sustain secara bisnis dan sosial

"Jadi saya kira Sonora termasuk brand yang kuat, orang loyal bukan semata pada kontennya tapi sudah pada brandnya,” tutup Masduki.

Penulis: Dina Apriana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat